Ketua Nasyiatul Aisyiah, Dyah Puspitarini menolak pelarangan cadar di kampus-kampus. Ia juga mengecam jika cadar dikaitkan dengan radikalisme ataupun terorisme.
“Memakai cadar apakah berkaitan dengan radikalisme harus ditunjukkan dengan bukti dan fakta yang akurat, terlebih di dalam kampus yang menjunjung tinggi kesadaran ilmiah,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Selasa (06/03/2018).
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa pemakaian cadar ada beberapa pendapat. Ada yang melarang dan ada pula yang membolehkan.
Dyah mengatakan bahwa cadar tidak bisa dianggap budaya di luar Islam. Sebab, cadar sudah ada sejak zaman dahulu, dan istri Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam juga mengenakan cadar.
“Jadi kalau determinasinya pertentangan budaya tidaklah tepat,” tegasnya.
Terakhir, Dyah menekankan bahwa negara melindungi setiap warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama. Maka, tidak bisa jika kampus mengeluarkan mahasiswi hanya karena cadar.
“Mendapatkan pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara di Indonesia dan itu juga ada dalam UUD 1945 pasal 34, dan adanya perlindungan terhadap pelaksanaan agama dan ibadah. Jika memang pelarangan cadar menjadi aturan menyeluruh, silahkan kepada kampus-kampus tersebut juga membuktikan dengan fakta dan data kolerasi cadar dan radikalisme dengan akurat,” tukasnya.
Baca juga: Benarkan Ajaran Memakai Cadar Tidak Ada Dizaman Nabi?
Baca juga: Ketika Kaum Muslim 'Terpelajar' Menolak Cadar
Baca juga: Ini Hukum Memakai Cadar dalam Pandangan 4 Madzhab
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, akan memecat mahasiswi yang tidak mau melepas cadar mereka saat beraktivitas di area kampus.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi mengatakan mahasiswi bercadar akan mendapatkan pembinaan dari kampus melalui tujuh tahapan berbeda. Jika seluruh tahapan pembinaan telah dilampaui dan mahasiswi yang bersangkutan tidak mau melepas cadar, maka pihak UIN akan memecat mahasiswi itu. [kiblat/berdakwah]
Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: M. Rudy